Cara Pemerintah Lindungi Buah Lokal
Friday, Oct 4th 2013
Peraturan Menteri Perdagangan nomor 30/2012 tentang ketentuan impor hortikultura, mendapat respon keras dari importir. Mereka mengeluhkan kewajiban mengurus Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) dan Persetujuan Impor (PI) untuk buah dan sayuran sesuai beleid.
Kewajiban itu dinilai membuat aktivitas mereka terhenti karena harus mengurus segala persyaratan. Imbasnya, importir mengaku mengalami kerugian besar.Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Deddy Saleh menyatakan, rata-rata keluhan para importir terjadi lantaran pengusaha masih belum memahami pelaksanaan aturan baru ini.
"Peraturan ini kan sudah diberlakukan, tapi pengapalan buah dan sayur impor sebelum 28 September tahun ini masih ada kesempatan mengurus izinnya," ujar Deddy saat ditemui di kantornya,
Bila importir menyatakan aturan ini bakal membuat mereka mengeluarkan biaya ekstra dan berujung pada peningkatan harga jual, Deddy justru menyambut gembira. Menurutnya, pemerintah memang berharap permendag 30/2012 bakal menghambat derasnya arus buah dan sayuran ekspor ke pasar dalam negeri.
"Kemungkinan akan ada kenaikan harga, karena ada biaya verifikasi, mengurus label, dan lain-lain, itu memang risiko suatu aturan. Itu bisa berdampak positif pada produksi buah-buah dalam negeri," ungkapnya.
Berdasarkan data Kementerian Pertanian, perkembangan impor buah dan sayur mengalami lonjakan cukup besar. Pada 2008, nilai impor produk hortikultura baru mencapai USD 881,6 juta. Tahun lalu nilai impor produk hortikultura sudah mencapai USD 1,7 miliar.
Tiga komoditas hortikultura yang jumlah impornya paling tinggi adalah bawang putih senilai USD 242,4 juta, apel USD 153,8 juta, dan jeruk USD 150,3 juta.
Serupa tapi tak sama, adalah kata yang sepadan untuk menggambarkan pisang Lampung dan pisang emas.
Read more